Siapa sangka, mie berwarna kusam yang tampak sederhana ini justru jadi bintang di ranah kuliner tradisional Bantul, Yogyakarta? Namanya mie lethek, yang dalam bahasa Jawa berarti "kotor" atau "dekil". Meski namanya terdengar nyeleneh dan tampilannya jauh dari kata menggiurkan, mie ini punya pesona tersendiri yang membuatnya diburu pecinta kuliner otentik.
Jangan salah paham dulu, kesan kusam itu bukan karena tak higienis, melainkan justru karena mie ini dibuat tanpa tambahan bahan kimia apa pun. Tanpa pewarna, tanpa pengawet, dan tanpa pemutih. Semua prosesnya alami dan masih dijalankan dengan cara tradisional yang diwariskan turun-temurun.
Rahasia di Balik Cita Rasa Mie Lethek yang Autentik
Proses pembuatan mie lethek terbilang unik dan cukup panjang. Tidak hanya membutuhkan ketelatenan, tetapi juga ketekunan dan keahlian turun-temurun dari para pembuat mie. Inilah rahasia mengapa rasa dan teksturnya begitu khas dan tak tergantikan.
Berikut adalah tahapan proses pembuatan mie lethek yang masih dilestarikan hingga kini:
1. Merendam Tepung Singkong
Tahapan awal dimulai dari merendam tepung singkong untuk menghilangkan getahnya. Langkah ini bertujuan untuk melarutkan getah alami yang masih terkandung dalam tepung agar tidak meninggalkan rasa pahit.
2. Meniriskan Tepung
Setelah direndam, tepung kemudian ditiriskan untuk memisahkan sisa air rendaman dan getah yang sudah larut. Proses ini memastikan adonan nanti bisa tercampur rata dan menghasilkan tekstur mie yang pas.
3. Penggilingan dengan Tenaga Sapi: Tradisi yang Tetap Dipertahankan
Inilah bagian paling unik dari pembuatan mie lethek. Adonan digiling menggunakan alat tradisional yang digerakkan oleh sapi. Penggunaan tenaga hewan ini menunjukkan bagaimana masyarakat setempat tetap mempertahankan cara-cara kuno yang ramah lingkungan.
4. Penambahan Tepung Tapioka
Untuk memastikan adonan tidak lengket dan tetap elastis, sedikit tepung tapioka ditambahkan. Komposisi ini juga membantu menjaga tekstur mie agar tidak mudah patah.
5. Pengadukan Sambil Digiling
Adonan diaduk dan digiling terus menerus hingga kalis. Proses ini tidak bisa terburu-buru karena konsistensi adonan sangat menentukan hasil akhir mie.
6. Pengukusan Pertama
Adonan dikukus untuk mematangkan campuran tepung dan membentuk struktur awal mie.
7. Pembentukan Menjadi Mie
Setelah dikukus, adonan dibentuk menjadi mie. Proses ini masih dilakukan secara manual, biasanya dengan alat sederhana, demi menjaga keaslian ukuran dan ketebalannya.
8. Pengukusan Ulang
Mie yang telah dibentuk kemudian dikukus kembali. Tujuannya adalah agar mie lebih kenyal dan tidak mudah putus saat dimasak nanti.
9. Perendaman dalam Air Dingin
Mie yang sudah matang direndam dalam air dingin agar kenyal dan siap untuk dijemur. Proses ini juga membantu menjaga bentuknya.
10. Penjemuran Alami Selama 2–3 Hari
Tahapan terakhir adalah penjemuran mie di bawah sinar matahari selama dua hingga tiga hari. Penjemuran alami ini membuat mie menjadi kering sempurna tanpa bahan pengawet. Di sinilah ciri khas warna lethek mulai terlihat jelas, kusam namun menggoda selera.
Cocok untuk Menu Sehari-hari Hingga Sajian Spesial
Mie lethek sangat fleksibel dalam pengolahannya. Bisa dijadikan mie goreng, mie rebus, hingga campuran dalam soto atau bakso. Rasanya yang khas dengan tekstur agak kasar dan kenyal menjadikannya pengalaman makan yang berbeda dari mie komersial.
Karena bebas bahan kimia, mie ini juga jadi favorit mereka yang menjalani pola makan sehat. Tak heran jika kini banyak pelaku UMKM memproduksi mie lethek dan memasarkannya secara daring, bahkan sampai ke pasar internasional.
Popularitas mie lethek kini mulai merambah ke berbagai daerah di luar Yogyakarta. Banyak pelaku UMKM yang memasarkan mie ini secara online, bahkan ada pula yang telah mengekspornya ke luar negeri. Keunikan proses pembuatan serta nilai sejarah di baliknya membuat Mie Lethek bukan hanya makanan, tetapi juga simbol dari kekayaan budaya kuliner Indonesia.