Makanan Lokal vs Impor
Denny Kusuma
| 20-08-2025

· Food Team
Dalam era krisis iklim yang makin mendesak, banyak dari kita mulai mempertanyakan pilihan makanan sehari-hari.
Salah satu pertanyaan besar yang sering muncul adalah: Apakah membeli makanan lokal selalu menjadi pilihan paling ramah lingkungan? Jawabannya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan.
Daya Tarik Makanan Lokal
Makanan lokal merujuk pada produk yang ditanam, dipelihara, atau diproduksi dalam jarak dekat dari tempat konsumsinya—biasanya dalam radius beberapa ratus kilometer. Makanan jenis ini kerap disebut-sebut sebagai pilihan yang lebih baik. Alasannya? Mendukung petani lokal, memperkuat ekonomi daerah, mengurangi emisi transportasi, serta menyediakan produk yang lebih segar dan musiman.
Banyak orang meyakini bahwa dengan memilih makanan lokal, otomatis kita telah menekan jejak karbon. Bayangkan saja, makanan yang datang dari petani di dekat rumah tentunya tampak lebih ramah lingkungan dibandingkan makanan yang harus terbang ribuan kilometer. Selain itu, makanan lokal biasanya memerlukan lebih sedikit kemasan, sehingga mengurangi limbah plastik. Namun, apakah benar sesederhana itu?
Fakta Tersembunyi: Transportasi Bukan Satu-satunya Masalah
Meski emisi dari transportasi memang penting, kenyataannya transportasi hanya menyumbang sekitar 6-10% dari total emisi gas rumah kaca sebuah produk makanan. Sebagian besar emisi justru berasal dari proses produksi, seperti penggunaan pupuk, pengelolaan lahan, serta pemeliharaan hewan ternak.
Artinya, makanan impor yang diproduksi secara efisien dan rendah emisi bisa saja memiliki dampak lingkungan yang lebih kecil daripada makanan lokal yang diproduksi secara intensif dan boros energi.
Kelebihan dan Biaya Lingkungan Makanan Impor
Makanan impor, terutama dari wilayah beriklim optimal, sering kali dapat ditanam tanpa perlu banyak input buatan seperti pemanas, penerangan buatan, atau irigasi berlebihan. Contohnya, tomat yang tumbuh alami di wilayah Mediterania dan dikirim ke negara dengan cuaca dingin bisa saja lebih ramah lingkungan dibandingkan tomat lokal yang dibudidayakan dalam rumah kaca yang membutuhkan energi besar.
Namun, makanan yang dikirim melalui udara memiliki emisi sangat tinggi akibat konsumsi bahan bakar. Produk seperti ini sebaiknya dihindari jika Anda ingin menjaga keberlanjutan. Sebaliknya, pengiriman lewat laut jauh lebih efisien secara energi per kilogram makanan yang diangkut.
Selain itu, makanan impor memberikan lebih banyak variasi sepanjang tahun, memungkinkan konsumsi buah dan sayur yang beragam untuk mendukung pola makan sehat.
Musiman dan Cara Produksi Lebih Penting dari Asal Makanan
Musim tanam sangat memengaruhi dampak lingkungan. Mengonsumsi stroberi lokal saat musim panen tentu lebih baik dibandingkan impor. Tetapi di luar musim, stroberi lokal mungkin ditanam dalam rumah kaca berpemanas, yang justru lebih boros energi dibandingkan stroberi impor dari daerah hangat.
Tak hanya itu, cara produksi juga krusial. Pertanian organik atau metode regeneratif biasanya menghasilkan emisi lebih rendah dan menjaga kesehatan tanah. Sementara pertanian konvensional, meski bisa menghasilkan lebih banyak per hektar, sering kali menggunakan lebih banyak bahan kimia dan energi.
Kemasan dan Limbah: Dua Faktor yang Sering Terlupakan
Makanan impor cenderung membutuhkan lebih banyak kemasan dan pendinginan, yang menambah jejak karbon. Sebaliknya, makanan lokal yang dijual di pasar tradisional seringkali minim kemasan, bahkan bisa dibeli tanpa plastik sama sekali.
Namun, satu hal yang sering lebih berdampak besar adalah limbah makanan. Menyimpan makanan dengan benar, membeli sesuai kebutuhan, dan tidak membuang makanan begitu saja bisa mengurangi emisi secara signifikan, bahkan lebih dari sekadar memilih antara lokal dan impor.
Aspek Ekonomi dan Sosial dari Keberlanjutan
Keberlanjutan bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal mendukung masyarakat. Membeli makanan lokal membantu menjaga mata pencaharian petani, melestarikan lanskap pedesaan, dan memperkuat ketahanan pangan daerah. Ini juga mengurangi ketergantungan terhadap rantai pasok global yang rentan terhadap gangguan.
Namun, makanan impor juga punya peran positif. Dengan syarat perdagangan dilakukan secara adil, makanan dari luar negeri dapat meningkatkan ekonomi masyarakat produsen, terutama di negara berkembang.
Tips Praktis Memilih Makanan yang Lebih Berkelanjutan
Lalu, bagaimana kita bisa membuat pilihan yang lebih baik? Berikut beberapa langkah praktis yang bisa Anda lakukan:
- Pilih produk lokal yang sedang musim dan masih segar.
- Hindari produk yang dikirim melalui udara, terutama buah dan sayur eksotis di luar musim.
- Cari tahu apakah makanan yang Anda beli dihasilkan melalui praktik pertanian yang berkelanjutan.
- Kurangi limbah makanan dengan merencanakan menu dan menyimpan makanan dengan baik.
- Dukung merek dan produsen yang memiliki komitmen terhadap tanggung jawab lingkungan dan sosial.
- Lihat keseluruhan rantai pasok, bukan hanya asal geografis produk.
Apa Kata Para Ahli?
Penelitian yang dimuat dalam Journal of Cleaner Production menyatakan bahwa dampak karbon sebuah makanan lebih banyak dipengaruhi oleh sistem produksinya daripada jarak tempuh. Fokus utama seharusnya pada praktik pertanian berkelanjutan, kesadaran akan musim tanam, dan pengurangan limbah.
Sementara itu, Sustainable Food Trust menegaskan bahwa sistem pangan lokal memperkuat ketahanan komunitas dan mengurangi jarak tempuh makanan, tetapi tetap harus disertai dengan efisiensi dalam produksi.
Peran Anda Sebagai Konsumen yang Bijak
Tidak ada jawaban tunggal yang benar untuk semua situasi. Yang terpenting adalah kesadaran dan tindakan. Dukung petani lokal jika memungkinkan, sambut makanan impor yang diproduksi secara bertanggung jawab, dan kelola makanan Anda dengan bijak untuk menghindari limbah.
Pilihan Anda hari ini punya dampak besar untuk bumi esok hari. Jadilah konsumen yang cerdas, karena setiap keputusan di meja makan adalah langkah kecil menuju masa depan yang lebih hijau!