Manfaat Skuter Listrik
Citra Wulandari
| 17-10-2025

· Oto Team
Pernahkah Anda turun dari bus, mengeluarkan ponsel untuk memesan layanan transportasi, dan mendapati tiga skuter listrik menghalangi trotoar, dua di antaranya bahkan terjatuh? Anda tidak sendirian.
Di kota-kota besar, di mana transportasi umum sering kali meninggalkan jarak pendek menuju rumah, skuter listrik berbagi telah muncul sebagai solusi cepat: melaju dengan kecepatan tinggi tanpa stres parkir.
Namun, yang dimulai dengan janji kemudahan, kini menemui banyak hambatan, baik secara fisik maupun politis. Dari alun-alun Paris hingga gang-gang sempit di Seoul dan jalan-jalan padat Mexico City, skuter listrik mulai memenuhi jalanan dengan janji mobilitas yang lebih efisien. Murah (sekitar Rp 15.000 untuk membuka kunci, dan Rp 3.000–5.000 per menit), menyenankan, serta mengurangi penggunaan mobil. Tetapi, peluncuran yang terburu-buru ini mengungkapkan adanya celah besar: inovasi berkembang lebih cepat daripada aturan yang ada. Sekarang, kota-kota besar berlomba-lomba untuk mengikuti, bukan untuk melarang, tetapi untuk membuatnya lebih sesuai dengan kehidupan urban.
Munculnya Komuter 15 Menit: Mengubah Cara Kita Berpindah
Bayangkan ini: jam 8:15 pagi, alih-alih menunggu bus yang sudah penuh selama 12 menit, Anda mengeluarkan ponsel, melompat ke skuter, dan tiba di tempat kerja dalam 9 menit saja. Inilah daya tariknya. Di Paris, perjalanan dengan skuter berbagi kini mencapai lebih dari 100.000 kali per hari. Di Seoul, jumlahnya melonjak hingga lebih dari 70.000 perjalanan harian dalam dua tahun setelah peluncuran. Sementara itu, Mexico City mencatatkan kenaikan penggunaan mikromobilitas hingga 300% antara 2021 hingga 2023.
Bagi banyak orang, skuter bukan hanya sekadar hiburan, mereka adalah bagian dari sistem transportasi yang lebih kompleks: kereta + skuter, metro + jalan kaki + skuter. Skuter mengisi celah ketika bus terlambat atau jalur transportasi umum tidak sampai ke tujuan dengan sempurna.
Namun, kenyamanan datang dengan harga yang harus dibayar.
Trotoar Jadi Jalur Halang Rintang: Ketika Skuter Mengganggu Jalan
Jika Anda berjalan di pusat Mexico City pada sore hari, kemungkinan besar Anda akan menghadapi skuter yang menghalangi jalur pejalan kaki, ada yang tergeletak di atas trotoar atau menutup jalur ramp jalan. Di Seoul, para pengendara sering meninggalkan skuter di depan pintu bangunan atau di jalur sempit, memaksa orang dengan kursi roda atau stroller untuk turun ke jalan. Paris bahkan mencatat lebih dari 18.000 skuter yang diambil dari trotoar hanya dalam sebulan pada tahun 2022 karena parkir yang tidak semestinya.
Masalahnya bukan hanya masalah kekacauan visual, tetapi juga keselamatan. Laporan dari European Transport Safety Council pada tahun 2023 menyebutkan bahwa kecelakaan yang melibatkan skuter listrik meningkat tajam di kota-kota tanpa jalur khusus. Di Seoul, kunjungan ke ruang gawat darurat terkait penggunaan skuter meningkat dua kali lipat antara 2020 dan 2022.
Kota-kota tidak diam. Mereka merespons, bukan dengan larangan, tetapi dengan aturan yang lebih cerdas.
Aturan yang Mendampingi Perkembangan Skuter
Paris mengambil langkah tegas pertama. Setelah kemarahan publik terkait dengan kekacauan parkir, kota ini mengurangi jumlah skuter yang diizinkan beredar hingga 75%, memperkenalkan zona parkir berbatasan geofens, serta melarang penggunaan skuter di trotoar. Denda untuk parkir sembarangan dimulai dari €50. Operator sekarang wajib menggunakan sistem pemantauan satelit yang dapat memantau posisi skuter dan memberikan data waktu nyata kepada perencana kota.
Hasilnya? Jumlah skuter menurun, tetapi perilaku pengguna membaik. Audit kota pada 2024 menunjukkan bahwa 89% pengguna kini memarkirkan skuter di tempat yang benar, meningkat dari hanya 42% dua tahun sebelumnya. "Ini bukan soal menghentikan inovasi," kata seorang pejabat mobilitas di Paris, "ini soal memastikan bahwa inovasi tersebut melayani semua orang, bukan hanya pengendara."
Mexico City memilih pendekatan yang berbeda. Alih-alih mengurangi jumlah skuter, mereka meluncurkan "Eco-Paradas" zona parkir yang diberi warna khusus di dekat pusat transportasi, sekolah, dan pasar. Kota ini juga bekerja sama dengan operator untuk menawarkan diskon pada jam-jam sepi, mengurangi kemacetan. Pengguna yang parkir dengan benar mendapat kredit, sementara yang melanggar akan mendapat penangguhan sementara pada aplikasi mereka.
Seoul fokus pada infrastruktur. Mereka memperluas jalur sepeda yang dilindungi dan memperkenalkan "zona berbagi" di mana skuter dan sepeda dapat bersama-sama melaju, terpisah dengan jelas dari jalur pejalan kaki. Kecepatan dibatasi di area padat (dari 25 km/jam menjadi 18 km/jam), dan pelatihan keselamatan wajib kini ditampilkan di aplikasi sewa sebelum penggunaan pertama.
Setiap kota menemukan keseimbangan: mengatur cukup untuk melindungi ruang publik, tetapi tidak terlalu banyak agar alternatif ini tidak hilang begitu saja.
Apa yang Berhasil? Pelajaran dari Kota-kota Besar
Lantas, apa yang sebenarnya efektif? Berdasarkan apa yang terjadi di lapangan, ada tiga strategi utama yang terbukti berhasil:
- Zona Parkir Geofens dengan Konsekuensi yang Jelas
Zona parkir digital terbukti efektif, terutama bila disertai dengan penalti. Di Paris, skuter yang tidak diparkir di zona yang ditentukan tidak dapat dikunci, dan pengguna akan dikenakan biaya tambahan sampai mereka memindahkannya.
- Memberikan Insentif untuk Perilaku Baik
Sistem kredit di Mexico City meningkatkan jumlah parkir yang benar hingga 35% di zona percontohan. Hadiah kecil dapat mengubah kebiasaan pengguna.
- Membangun Ruang Khusus untuk Skuter
Pembaruan jalur di Seoul mengurangi penggunaan trotoar untuk skuter hampir setengahnya. Ketika orang memiliki tempat yang aman untuk pergi, mereka akan menggunakannya.
Operator pun beradaptasi. Sekarang banyak operator yang menggunakan kamera dan sensor bertenaga AI untuk mendeteksi parkir yang tidak sesuai. Beberapa aplikasi bahkan menunjukkan ketersediaan tempat parkir secara waktu nyata sebelum perjalanan berakhir.
Masa Depan Skuter Listrik di Kota-kota
Skuter listrik tidak akan pergi begitu saja. Justru, mereka semakin menjadi bagian dari kehidupan urban, tapi hanya jika mereka belajar untuk berbagi panggung. Solusi terbaik tidak memandang skuter sebagai pahlawan atau musuh. Mereka diperlakukan seperti alat transportasi lainnya: berguna jika dikelola dengan baik, merusak jika diabaikan.
Kota-kota kini semakin menyadari bahwa mobilitas bukan hanya soal bergerak dari titik A ke titik B. Ini juga tentang bagaimana kita berbagi ruang, bergerak tanpa mengganggu orang lain, dan merancang kota yang menghargai kenyamanan serta kecepatan. Jadi, lain kali Anda menggunakan skuter, ingatlah untuk memarkirkannya dengan benar. Itu adalah tindakan kecil—namun bagian dari perubahan besar. Perjalanan menuju jarak terdekat bukan hanya soal mengurangi jarak. Ini adalah soal saling menghormati. Dan itu adalah perjalanan yang layak dijalani.